Kamis, 16 Juli 2009

Siapa Bilang Akhwat Tak Pernah Jatuh Cinta?


Aku pernah jatuh cinta. Menurutku mencintai lawan jenis itu lumrah dan manusia. Kalau kita mau mendengar istilah versi Allah, inilah salah satu contoh dari ”Sunnatullah”. Mau dengar ceritanya? Hmm..Begini ceritanya….

Waktu itu aku masih di semester tengah perkuliahan. Rutinitasku kala itu adalah mengunjungi laboratorium komputer saat waktu luang. Seperti biasa, pertama kali yang kubuka adalah kotak masuk elektronikku. Kemudian aku tertarik membuka file power point yang dikirim oleh seorang sahabat. Di dalamnya ada sebuah potret keluarga sakinah. Anak-anak dalam foto itu masih kecil-kecil. Entah mengapa aku tertarik pada bocah berkacamata itu. Selain lucu, pada umur 7 tahun dia sudah mampu menghafal Al-Quran. Setelah kubaca lebih jauh, ternyata bocah kecil ini sekarang sudah dewasa dan menjadi salah satu mahasiswa di sebuah universitas negeri ternama di Bandung. Kau tahu apa yang kupikirkan saat itu? ”Andaikan aku menjadi istrinya…” Begitulah, lucu memang. Sekedar melihat foto masa kecilnya sudah membuatku tertarik.

Suatu saat aku kembali teringat padanya. Karena penasaran aku segera googling, barangkali profilnya dapat kutemukan di dunia maya. Kukorek-korek keterangan dari image. Tetapi nihil. Hanya ada salah satu karyanya di sana, dan segudang prestasinya yang dirangkum oleh orang lain. Ah, sia-sia saja pikirku. Kuputuskan untuk menyerah.

Setiap bulan aku selalu berlangganan majalah Annida. Entah waktu itu Bulan Juni atau Juli, aku tak terlalu ingat. Seingatku waktu itu, aku sedang disibukkan oleh deadline penelitian skripsi. Annida yang kudapat dari seorang teman kubiarkan saja di meja laboratorium. Kemudian aku mengikuti kuliah di siang harinya, dan kubawa saja majalah itu ke ruang kuliah. Saat mata kuliah itu mulai membuatku bosan, kubuka-buka majalah itu. Dan aku mulai beraksi saat kulihat ada nama, foto, dan profilnya di sana. Subhanallah! Kau tahu apa yang kurasakan? Jantungku berdetak kencang sekali.

Aku menoleh ke samping, ada sahabatku di sana dan kuceritakan semuanya. Akhwat itu hanya tersenyum. Selepas kuliah, aku kembali ke laboratorium tempatku mengerjakan penelitian. Suasana laboratorium itu sangat ramai, ada beberapa mahasiswa di sana. Dan berita itu pun segera menyebar ke seantero penghuni laboratorium dari seorang kawan yang jahil. Kemudian seorang teman mengolok-olokku:

”Anak ini? Nggak cakep gini loh…”. Kata seorang kawan. Seorang ikhwan menimpali ”Memang waktu kecil dia hafidz, tapi belum tentu sekarang masih hafidz”. Ujarnya, sambil tertawa. Aku malu sekali waktu itu.

Anehnya, aku tidak selalu ingat padanya. Tidak seperti kawan-kawan lain yang jatuh cinta. Selepas kejadian itu, aku tak lagi ingin membahasnya. Sampai aku lulus dan tibalah bulan Ramadhan. Aku menghabiskan Bulan Ramadhan di rumah. Setiap sore, sambil membantu ibu menyiapkan bahan untuk dimasak, aku menonton televisi. Ada acara Ramadhan yang sangat menarik di salah satu stasiun TV. Dan, MasyaAllah! Ada dia di TV. Saat itu acara ini sedang mengupas profilnya, yang menurut tujuan penayangannya, dia adalah salah satu inspirasi bagi remaja muslim. Akhirnya, tahulah aku tentangnya, tentang keluarganya, tentang aktivitasnya. Satu lagi, dia masih hafidz Al-Quran. Selain itu ia juga menjadi imam shalat malam di salah satu masjid di daerahnya. Hmmm, terbayang lagi impianku yang dulu. Kucoba membandingkan dirinya dengan diriku sendiri. Mendadak kuingat pesan temanku:

”Tak perlu mengharap Muhammad, jika diri tak sesabar Khatidjah, Tak perlu menunggu Ali, jika diri tak secerdas Fatimah”.

Ya, akhirnya aku sadar diri juga. Cinta itu berubah menjadi kasih sayang kepada sesama hamba Allah, dan harapan agar diri ini menjadi lebih baik karena belajar dari indahnya sikapnya. Terima kasih Allah, memberiku kesempatan untuk mengetahui bahwa dia ada, mengijinkanku mencintainya, dan mengajariku hikmahnya.

-Untuk makhluq Allah yang mencintai sesamanya karena Allah SWT-

wina-dian.blog.friendster.com

_maiyatullah_


0 komentar: